DPP Organda meminta status dan legalitas  usaha angkutan pariwisata diperjelas.  Dengan begitu, pola pembinaan dan pengaturannya lebih jelas.

“Dalam UU LLAJ di pasal 189, angkutan pariwisata sudah disinggung disana. Selanjutkan akan diatur melalui PP dan aturan dibawahnya,” kata Sekjen DPP Organda Ateng Aryono kepada BeritaTrans.om di Jakarta, kemarin.

Tapi sayang, lanjut dia, sampai saat ini PP atau PM Menhub tentang Angkutan Pariwsiata itu  belum pernah ada.    “Kalau mengacu kesana, sebenarnya Pemerintah dan regulasinya sendiri juga belum jelas dan harus diselesaikan,” jelas Ateng lagi.

DIkatakan, dari sekitar 22.000 armada bus anggoa Organda,  sebagian dioperasikan untuk angkutan pariwisata. “Selama ini, mereka menginduk pada angkutan umum nontrayek,” papar Ateng.

Dia tak menampik banyaknya kasus kecelakaan yang melibatkan bus-bus pariwisata dengan korban jiwa yang tidak sedikit. “Organda sangat prihatin atas kejadian tersebut,” aku salah satu pejabat PO Blue Bird itu.

“Tapi, untuk membenahi angkutan pariwisata di Indonesia harus dilakukan bersama-sama. Baik Organda sebagai asossiasi atau regulutor pun tentu butuh landasan hukuk yang jelas,” kilah Ateng.

Sementara, pengamat transportasi dan Direktur Instrans Darmaningtyas  mengatakan, sejauh ini angkutan pariwisata bisa diatur melalui PP No.74 tentang Angkutan Umum.

“Bus wisata bisa masuk angkutan umum nontrayek. Dan itu fakta yang selama ini terjadi dan dijalankan oleh Pemerintah,” aku Tyas, sapaan akrab dia.

Yang perlu ditingkatkan, menurut dia, pelaku usaha wisata baik PO, EO, awak angkutan dan lainnya meningkatkan aspek keamanan dan keselamatannya.

“Bus atau kendaraan wisata yang dioperasikan harus laik jalan, dibuktikan dengan uji kir berkala. SDM yang mengoperasikan kompeten, dibuktikan dengan SIM resmi sesuai jenis dan kategori kendaraan yang dikemudikan,” terang Tyas.

Menilik berbagai kasus laka bus wisata selama ini, seperti di Sukabumi, Subang, Karanganyar dan lainnya lebih banyak karena aspek human error serta kendaran yang tak laik jalan.

“Kalau pengemudi tak komptensi, hanya dengan SIM A dan kendaraan tak laik nekad jalan, berrati unsur human error-nya lebih menonjol,” sebut Tyas.

Mereka itu yang harus dibenahi,  tambah anggota MTI itu, jika memang serius ingin meningkatkan keamanan dan keselamatan transportasi, khususnya angkutan pariwisata di Tanah Ai

Tinggalkan Balasan