Pihak angkutan berbasis online mengaku akan tetap beroperasi di Wonosobo, guna melayani kebutuhan masyarakat. Pasalnya, meskipun pihak Pemerintah Kabupaten Wonosobo telah menyampaikan statement menutup operasional angkutan online, namun hingga saat ini belum ada aturan yang jelas.

“Belum ada aturan yang jelas yang tertera hitam di atas putih, jadi kami akan tetap beroperasi,” ungkap Grab Partner Acquitition Cities Wonosobo, Muhammad Nuruddin Al Madina kepada suaramerdeka.com, Jumat (4/1) pagi.

Pihaknya juga mengaku sangat kecewa terhadap keputusan sepihak Pemkab Wonosobo. Karena, dalam proses mediasi tuntutan yang disampaikan para pengurus Organisasi Angkutan Darat (Organda) maupun Paguyuban Pengemudi Angkutan Umum dan Ojek Pangkalan (PPADOP) se Wonosobo, pihak angkutan berbasis online tidak dilibatkan dalam perumusan sebuah kebijakan yang dinilai cukup strategis di Wonosobo.

“Perwakilan angkutan online tidak dilibatkan, tentu saja kami kecewa,” tutur dia.

Meskipun demikian, pihaknya mengaku akan tetap menghargai kebijakan yang dilakukan Pemkab, asalkan dasar hukum mengenai regulasi yang akan diputuskan benar-benar jelas.

Pihaknya tidak ingin, pemerintah hanya mementingkan satu kelompok, tanpa memperdulikan kelompok lain. Karena, hakikat keberadaan angkutan online di Wonosobo, menurut dia, memberikan kemudahan masyarakat, memberikan transparansi tarif yang jelas, memberikan peluang pekerjaan bagi masyarakat sehingga pengangguran berkurang dan mendukung berkembangnya sektor usaha di Wonosobo.

“Jadi, kami sampai saat ini masih menunggu terlebih dahulu seperti apa kebijakan bupati yang dikeluarkan dalam surat tersebut. Sembari menunggu, kita besok akan tetap beroperasi. Menurut saya, keputusan bupati melakukan pelarangan terhadap keberadaan angkutan online tidaklah tepat. Karena keputusan itu yang dilakukan bupati bersama dinas terkait hanya sepihak. Kami tidak dilibatkan dalam proses keputusan itu. Padahal kami adalah salah satu unsur yang harusnya datang memberi penjelasan, atau minimal untuk menyaksikan bukan?,” bebernya.

Dia menegasakan, jika memang Pemkab Wonosobo akan melakukan pelarangan, dasar hukum memang harus jelas. Jika memang dasar hukum yang dipakai menggunakan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Dimana roda dua tidak bisa digunakan untuk menjadi angkutan umum, maka sudah seharusnya pemerintah juga melakukan hal yang sama dengan melarang operasional ojek pangkalan.

“Kalau ojek online dilarang, berarti ojek pangkalan juga dilarang, karena memang bukan angkutan umum,” tandas dia.

Keluhan Masyarakat

Madina menjelaskan, keputusan angkutan online tetap beroperasi di Wonosobo, karena pihaknya tidak ingin mengecewakan para customernya. Persoalan yang muncul, setelah pengumuman pemkab tentang pelarangan itu mencuat, dirinya banyak mendapat keluhan dari masyarakat jika tidak beroperasi lagi.

Mengenai layanan pesan antar makanan, contohnya, harga yang ditawarkan hanya Rp 4000 saja setiap orderan. Meski begitu, transaksi dari hasil operasional dalam sehari jika dikalkulasikan bisa menyentuh angka Rp 60 juta per-hari.

Desta, salah satu pengguna aplikasi angkutan online mengaku sempat kecewa dengan keputusan pemerintah dengan menutup transportasi online tersebut. Pasalnya dirinya mengaku terbiasa menggunakan karena memang terbilang murah untuk pemesanan makanan maupun trasportasi.

“Semoga saja tidak lama ditutup, karena dengan aplikasi berbasis online ini saya lebih merasa terbantu. Harusnya pemerintah bisa adil, karena ini menyangkut hajat orang banyak. Mereka memberi kemudahan dan harga yang murah, jadi kami berhak memilih,” tutur dia.

Sementara Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Perhubungan (Disperkimhub) Kabupaten Wonosobo, Bagyo Sarastono saat memberikan orasi mengaku menyepakati tuntutan dari para peserta aksi yang tergabung di PPAODP, saat memenuhi halaman depan pendopo bupati, dengan memberi keputusan untuk menutup transportasi berbasis online.

“Kami tadi sudah bersepakat bahwa ojek online akan ditutup di Wonosobo. Namun demikian, karena ini menyangkut hukum administrasi negara, perlu dikaji dulu. Karena menyangkut hukum, kami perlu waktu,” tutur dia.

Sementara Ketua Ojek Pangkalan Sapuran-Kalibawang yang juga menjadi orator dalam aksi tersebut, Kusdiantoro menjelaskan bahwa setelah dibacakan pihak pemerintah soal pelarangan adanya transportasi online tersebut. Pihaknya bersama ojek pangkalan lain mengancam bagi para pengemudi aplikasi online jika masih tetap nekat beroperasi.

“Kami tidak akan segan untuk mendindak para ojol ini jika terbukti masih tetap beroperasi,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan