DENPASAR – Surat Keputusan Gubernur Bali Nomer 551/2783/DPIK, tertanggal 26 Pebruari 2016 yang secara khusus ditujukan kepada pimpinan Grab dan Uber Taksi untuk menghentikan seluruh operasionalnya di seluruh wilayah Bali.

Sebelum keluarnya SK Gubernur Bali yang ditembuskan ke lembaga terkait, seperti Menteri Perhubungan RI, Anggota DPD RI B66 I Kadek Arimbawa, Ketua DPRD Provinsi Bali, Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bali, Ditlantas Polda Bali serta Ketua DPD Organda Bali, DPRD Bali juga telah mengeluarkan surat keputusan resmi melarang GrabCar dan Uber Taksi beroperasi di Bali sampai dikeluarkannya aturan baru yang mengatur legalitas angkutan tersebut.

Namun, belum banyak yang tahu alasan kenapa GrabCar dan Uber Taksi bisa dinyatakan ilegal dan dilarang beroperasi di Bali oleh Gubernur Bali dan DPRD Bali.Sebagian pihak yang belum paham aturan yang ada sehingga menimbulkan pro kontra antar masyarakat khususnya para sopir yang ikut-ikutan bergabung dalam perusahaan aplikasi itu.Wakil Ketua III DPD Organda Bali Wayan Pande Sudirta menyatakan selama ini Uber Taksi dan GrabCar selaku penyedia jasa aplikasi bertindak selaku operator atau penyelenggara transportasi sehingga hal itu jelas-jelas melanggar aturan yang ada selama ini.

Menurut Pande, sesuai Peraturan Menteri (PM) 32 tahun 2016 dan Keputusan Menteri (KM) 35 tahun 2009 jika perusahaan aplikasi jika tidak berbadan hukum atau tidak bekerjasama dengan koperasi angkutan yang berizin maka tidak boleh sebagai penyelenggara maupun operator.”GrabCar dan Uber Taksi hanya sebatas aplikasi saja maka ia tidak boleh berlaku sebagai operator. Jadi kalau mau legal ia harus mengurus badan hukum dulu di Bali. Mereka (GrabCar dan Uber Taksi) tinggal dipilih buat badan hukum atau bekerjasama dengan koperasi angkutan yang berbadan hukum,” ucap Pande, Kamis (19/5/2016).

Sesuai KM 35 dan PM 32, lanjut Pande, penyedia aplikasi tidak boleh berlaku sebagai penyelenggara angkutan. Pasalnya, dalam Keputusan Menteri dan Peraturan Menteri Perhubungan tindakan layanan aplikasi sebagai penyelenggara dilarang dan tidak diperbolehkan.Pada intinya dibenarkan memakai aplikasi, namun perusahaan berbasis IT wajib bekerjasama dengan koperasi yang telah memiliki izin penyelenggaraan angkutan.

“Selama ini GrabCar dan Uber Taksi tidak merekrut koperasi berizin atau yang direkut banyak bukan penyelenggara tapi sopir pemilik mobil. Kalau masih GrabCar dan Uber Taksi seperti sekarang berarti melanggar. Ini yang tidak dipahami oleh penyedia aplikasi,” ungkapnya.Atas dasar itulah, Pande mengaku pihaknya sangat penting memanggil pihak GrabCar dan Uber Taksi agar bisa mengerti jika tindakannya yang semestinya hanya sebatas perusahaan aplikasi tapi melenceng dan justru sebagai penyelenggara.

Selain itu, agar pihak GrabCar dan Uber Taksi bisa memahami bagaimana semestinya sebagai penyelenggara dan tidak hanya merekut anggota atau sopir yang hanya sebagai pelaksana.”Kalau masih seperti sekarang khan mereka (GrabCar dan Uber Taksi) tidak bayar pajak yang berlaku sebagai penyelenggara. Selama ini yang bayar pajak khan sopirnya, dan perusahaan di Bali tidak ada, apalagi bayar pajak di Bali. Mereka jangan mengacaukan harga transportasi di Bali. Harga mohon disesuaikan dan jangan membuat remuk pengasilan transportasi lokal Bali,” harapnya.

Untuk itulah, Organda Bali, kata Pande, harusnya melakukan tugas monitoring terhadap GrabCar dan Uber Taksi namun justru tidak melakukan hal itu dan kurang berperan selama ini.Menurutnya, Organda Bali juga harusnya paling peka terhadap masalah GrabCar dan Uber Taksi tapi selama ini justru Eddy Dharma sebagai Ketua Organda bali hanya diam saja tidak melakukan gerakan apa terhadap perusahaan aplikasi yang ditentang banyak pihak tersebut

“Saya dari awal sudah menyampaikan hal ini ke Ketua Organda Pak Eddy tapi tidak didengarkan tapi akhirnya saya bicara sama media, karena penyaluran saya mentok di Organda. Anehnya lagi, Pak Eddy dan Pak Artaya Sena yang sangat getol membela GrabCar selama ini justru seolah menghindar dan tidak berani melakukan tugasnya. Ketua Organda kok diem saja tidak melakukan apa-apa. Ada apa ini dengan Ketua Organda Bali?,” sindirnya.

Pande yang geram meminta oknum Organda Bali yang bermain dan mendapatkan upeti terkait GrabCar dan Uber Taksi berharap dibersihkan dan diganti pengurusnya.Ia menuding oknum Organda Bali yakni Artayasena dan Dede adalah oknum yang bermain yakni berlaku sebagai vendor ikut merekrut anggota untuk bergabung perusahaan aplikasi tersebut

.”Organda jangan menghindar dari tugas dan tanggungjawabnya. Pak Eddy selaku Ketua Organda Bali terkesan tidak mau memanggil GrabCar dan Uber Taksi yang jelas-jelas salah dan melanggar aturan selama ini. Sayang pihak Grab dan Ketua Organda Eddy dan Artaya Sena yang selama ini mati-matian membela Grab tidak hadir di Kantor Organda untuk diskusi. Orang-orang yang bermain kotor itu merusak organisasi seperti Organda,” tandasnya.

Sumber: Inilah.com

Posting Terkait

Tinggalkan Balasan