JAKARTA – Keberadaan aplikasi pesan kendaraan yang dikembangkan para startup layaknya dua sisi mata uang. Satu sisi konsumen menyukai karena memberi solusi transportasi murah serta bisa memberi lapangan pekerjaan bagi yang membutuhkan, tapi di lain sisi ada pihak dirugikan lantaran adanya persaingan yang tidak sehat.
Shafruhan Sinungan, Ketua DPP Organda DKI Jakarta, menerangkan, para operator transportasi umum adalah pihak yang paling dirugikan dengan adanya jasa pesan kendaraan berbasis aplikasi. “Dari sekian banyak moda trasportasi umum, operator taksi bisa dikatakan yang paling merasakan dampak dari fenomena pesan kendaraan berbasis aplikasi,” terangnya.
Lebih lanjut Shafruhan, mengutarakan, pihaknya mengapresiasi adanya layanan pesan kendaraan, terutama yang berbasis roda dua seperti Gojek dan layanan setipe. Hanya saja hal itu tidak berlaku untuk pesan kendaraan roda empat, seperti yang dilakukan Uber.
“Untuk pesan kendaraan roda 2, saat ini peraturannya masih abu abu, karena belum masuk dalam kategori kendaraan umum. Lagian keberadaan Gojek dan sejenis, sejauh ini memang sangat membantu,” tuturnya. “Lain halnya dengan Uber, karena menggunakan roda empat, berarti untuk mengangkut penumpang armadanya harus menggunakan plat kuning, sesuai dengan seputar kendaraan umum yang berlaku,” imbuhnya.
Shafruhan menambahkan, sebenarnya operator kendaraan umum tidak takut bersaing dengan Uber, asalkan mereka mau mentaati peraturan yang berlaku saat ini.
“Saat ini persaingannya tidak adil karena operator kendaraan umum menjalankan bisnis sesuai peraturan pemerintah. Sedangkan Uber, bebas beroperasi tanpa mentaati peraturan, dalam hal ini Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.35 tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Umum,” imbuhnya.
“Jika diibaratkan pertandingan tinju, operator resmi bertarung dengan Uber, namun dengan keadaan tangan diikat. Uber bisa bebas memukul, sedangkan kita tidak bisa membalas lantaran terikat peraturan, jadi wajar mereka bisa menang,” keluhnya menggambarkan.
Sumber: Seluler.id
