JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) menolak memenuhi permintaan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk memblokir aplikasi penyedia layanan transportasi daring. Kebutuhan masyarakat akan transportasi itu membuat aplikasi tersebut sulit ditutup. “Faktanya, aplikasi ini dinilai masyarakat lebih aman dan murah,” kata Menkominfo Rudiantara belum lama ini.

Pemerintah lantas berdiskusi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kemenhub dan Kemenkominfo mencari solusi terbaik sebagai jalan keluar bagi Grab dan Uber. Badan hukum atau koperasi dibentuk untuk menengahi masalah yang ada. Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) lantas diminta untuk memecahkan permasalahan itu. Kemenkop UKM kemudian menyerahkan akta pendirian badan hukum koperasi bagi Koperasi Jasa Perkumpulan Pengusaha Rental Indonesia (PRRI).

“Dengan adanya badan hukum tersebut, saya harapkan para pelaku usaha rental mobil, termasuk Grabcar harus memenuhi segala aturan yang ditetapkan pemerintah,” kata Menkop UKM AAGN Puspayoga. Adanya badan hukum itu diharapkan mampu menaungi keberadaan transportasi daring sesuai dengan UU 22 tahun 2009. Adanya koperasi yang menaungi Grab dan Uber artinya mempermudah unit armada transportasi itu melakukan uji KIR bagi kendaraan mereka.

Meski demikian, Organda DKI tetap menolak keberadaan Grab dan Uber. Paling tidak, hingga persyaratan mereka sebagai angkutan umum dipenuhi. “Dihentikan sementara kan bisa sampai mereka memenuhi UU LLAJ,” kata Ketua Organda DKI Shafruhan Sinungan, Senin (28/3).

UU Nomor 22 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah 74 Tahun 2014 dan Keputusan Menteri Nomor 35 Tahun 2003 menjadi acuan peraturan angkutan umum di Indonesia. Shafruhan menganggap wajar gesekan yang terjadi antara sopir angkutan umum konvensional dan transportasi daring. Peraturan yang dilangkahi angkutan umum berbasis aplikasi itu membuat iri sopir transportasi konvensional.

Belum lagi, hindaran pajak yang didapat kendaraan umum daring tersebut membuat persaingan menjadi tidak seimbang. “Kemenkominfo nggak adil, dia tidak melihat sensitivitas yang terjadi di lapangan seperti yang dilihat Menhub,” kata Shafruhan.

Meski demikian, masyarakat menilai, kehadiran transportasi daring itu sebagai alternatif bagi angkutan umum yang ada. Shafruhan mengatakan, meski hadir sebagai alternative, bukan berarti ada peraturan yang bisa dilangkahi jasa angkutan umum tersebut. Terkait koperasi yang tengah dibentuk armada angkutan umum daring, Shafruhan tidak mempermasalahkan hal tersebut.

Namun, dia mengatakan, selama koperasi itu belum terbentuk operasional trasnportasi berbasis aplikasi harus dihentikan. “Kalau nggak clear jangan dioperasikan, itu kan jadi nggak bener,” katanya.

Sumber: Republika.co.id

Kembali ke program

Posting Terkait

Tinggalkan Balasan