SLEMAN – Semakin sedikitnya angkutan desa di Kabupaten Sleman membuat masyarakat cukup kesulitan. Sebab saat ini banyak wilayah pelosok yang tidak bisa dijangkau oleh angkutan umum.

Guna menghidupkan kembali sarana transformasi publik tersebut, Organisasi Angkutan Darat (Organda) Sleman meminta pemerintah setempat untuk memberikan subsidi. Baik bagi pengusaha angkutan, maupun supir.

“Kami berharap pemerintah berikan subsidi atau dana lunak untuk membantu biaya operasional angkutan umum,” kata Ketua Organda Sleman, Juriyanto, Senin (25/7).

Saat ini biaya operasional angkutan umum sangat tinggi. Di sisi lain jumlah penumpang semakin sedikit, karena masyarakat pengguna kendaraan pribadi semakin banyak. Sehingga pendapatan dan keuntungan yang diperoleh supir serta pengusaha angkutan semakin menipis.

Maka dari itu, akhirnya jumlah armada angkutan umum semakin berkurang. Karena banyak pengusaha yang gulung tikar. Bahkan untuk mengefisienkan biaya operasional angkutan umum, para supir juga menghilangkan keberadaan kernet.

Menurut Juriyanto, saat ini angkutan desa yang masih aktif di Sleman berjumlah 90 unit. “Jika pemerintah tidak segera melakukan tindakan untuk mempertahankan eksistensi angkutan desa, dipastikan lambat laun sarana transportasi publik tersebut akan habis,” katanya.

Kepala Seksi Angkutan dan Terminal, Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika (Dishukominfo) Sleman, Marjanto mengatakan, saat ini masyarakat memang cenderung memilih menggunakan kendaraan pribadi ketimbang naik angkutan publik. Ia mengakui hal tersebut membuat jumlah penumpang angkutan umum yang terus merosot.

Kondisi ini lalu berujung pada semakin berkurangnya pendapatan perusahaan operator angkudes. “Karena pendapatan menurun, perusahaan tidak bisa menutupi biaya operasional sehingga ada perampingan jumlah armada yang dioperasikan,” kata Marjanto.

Berdasarkan data Dishubkominfo Sleman, hingga 2015 terdapat 142 unit armada angkutan desa yang beroperasi. Jumlah tersebut terdiri dari 40 armada jenis bus kecil dan 102 mobil penumpang umum (MPU). Mardjanto menuturkan, jumlah tersebut terus merosot dari tahun-tahun sebelumnya.

Sementara pada 2014 terdapat 144 armada yang beroperasi, terdiri dari 40 bus kecil dan 104 MPU. Pada 2013 dan 2012 ada 149 armada terdiri dari 46 bus kecil dan 103 MPU. Sementara pada 2010 dan 2011, terdapat 170 armada. Padahal pada 2009 terdapat kendaraan angkutan desa sebanyak 275 unit.

“Penurunan yang cukup signifikan terjadi pada 2009, disebabkan oleh ditutupnya beberapa rute trayek yang dinilai tidak lagi potensial,” tutur Mardjanto. Dari 15 trayek, saat ini hanya ada sembilan jalur trayek aktif yang masih aktif. Antara lain trayek A3, D6, D2, jalur 26, jalur 30, jalir 21, jalur 19, jalur 16, dan jalur 23.

Sumber: Republika.co.id

Posting Terkait

Tinggalkan Balasan