SRAGEN – Dewan Pengurus Cabang (DPC) Organisasi Angkutan Darat (Organda) Sragen memberlakukan tarif perdamian untuk angkutan umum perkotaan (angkuta) dan angkutan umum pedesaan (angkudes) setelah adanya penurunan bahan bakar minyak (BBM) premium senilai Rp500/liter. Kebijakan itu diambil Organda setelah mendengarkan masukan dan aspirasi dari para pengusaha angkuta dan angkudes di Sragen.

Tarif perdamaian merupakan tarif yang mengakomodasi kebijakan penurunan tarif 3% dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tetapi juga mengakomodasi aspirasi para pengusaha angkuta umum. Pemberlakukan tarif perdamaian itu disampaikan Ketua DPC Organda Sragen, Eko Sudarsono, didampingi para pengurus DPC Organda Sragen lainnya saat dijumpai Solopos.com di kediamannya, Dukuh Kenatan RT 013, Desa Srimulyo, Kecamatan Gondang, Sragen, Senin (4/4/2016).

Hadir dalam kesempatan itu, Wakil Ketua DPC Organda Sragen Karminto, Bendahara DPC Joko Prayitno, Wakil Sekretaris DPC Joko Warsito, dan Ketua Bidang Humas DPC Bangkit Tri Atmojo.

Eko mengisahkan perjalanan panjang untuk pemberlakukan tarif perdamaian itu. Eko sempat menjadi moderator dalam diskusi tentang sosialisasi Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 101/2014 dan turunnya harga BBM yang dibarengi adanya kebijakan Kemenhub tentang tarif angkutan umum turun 3%. Pertemuan yang diikuti 60 orang itu berlangsung di rumah seorang pengusaha jasa angkudes (mikrobus) Sragen-Banaran, Suryono, di wilayah Dadung, Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, Jumat (1/4/2016) malam.

Selama ini para pengusaha mikrobus itu menerapkan tarif Rp5.000-Rp6.000 per orang. Eko menyampaikan rata-rata tarif yang dipasang Rp5.000 per orang. Penurunan BBM per 1 April lalu, kata dia, hanya berdampak pada penuruan tarif mikrobus Rp150-Rp200 per orang. Sementara harga sparepart masih sangat tinggi.

“Di sisi lain, satu penumpang saja seperti emas bagi para sopir mikrobus itu. Jadi, kami mengambil kebijakan di tengah-tengah dengan tarif perdamaian, tarif yang disepakati sopir atau kondektur dan penumpang. Sopir atau kondektur menyediakan uang recehan Rp100-Rp200. Bila penumpang minta kembalian, ya uang itu diberikan kalau tidak ya tidak apa-apa. Selama tidak ada gejolak di masyarakat tarif itu bisa berjalan,” ujar Eko.

Eko menyampaikan uang recehan Rp100 atau Rp200 seperti tidak bernilai. Dia mengatakan kebijakan tarif itu diberlakukan dengan pertimbangan azas kesepakatan. Eko menyatakan kondisi serupa juga terjadi di angkuta. Rumusan DPC Organda itu, kata Eko, sudah disampaikan kepada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Sragen pada Sabtu (2/4/2016) sore.

“Kebijakan itu juga sudah sesuai dengan arahan DPD Organda Jawa Tengah. Intinya mendukung kebijakan Kemenhub dan tetap mendengarkan aspirasi pengusaha angkutan umum. Jadi kami menyelamatkan keputusan pemerintah dan tidak bertentangan dengan keinginan pasar,” tambahnya.

Ketua Paguyuban Angkuta Jalur 02 Sragen, Samiyo, mengatakan untuk sementara tarif angkuta masih menggunakan tarif lama, yakni Rp4.000/orang. Pemberlakukan tarif tetap itu, kata dia, dilakukan sambil menunggu kebijakan dari Organda pusat. Dia menyampaikan turunnya harga BBM hanya berdampak pada turunnya tarif angkutan 3% atau Rp120.

“Kami kerepotan kalau harus mencari pecahan Rp100. Daripada repot ya tetap menerapkan tarif lama. Kadang-kadang yang diberi uang kembalian Rp100 juga tidak mau. Informasinya Dishubkominfo dan Organda mau mengadakan rapat. Saya kira hasil rapat itu juga hanya berpengaruh kecil,” tambahnya.

Sumber: Solopos.com

Posting Terkait

Tinggalkan Balasan